Dari S untuk N...
Kau
begitu indah. Jika ada yang berkata bahwa manusia tak ada yang
sempurna, mereka salah. Bagiku kau sangat sempurna hingga membuatku
terpana.
Jika mengenang rasaku ini, aku jadi teringat Mengawini Ibu milik Khrisna Pabichara. Ya, serupa tapi tak sama. Hanya sama pada inisial.
Aku gemar memandangi wajahnya,
terlebih kilau mata yang memancarkan sinar langka nan indah, langsung
menghujam jantungku. Hahh, aku tak tahu apa ini. Rasa yang menurutku
wajar tapi tabu bagi khalayak.
Aku
sering mencuri kesempatan hanya untuk mendekatinya, menatap matanya,
bahkan membaui aroma tubuhnya. Sungguh, keindahan yang luar biasa.
Aku teringat saat dia tiba-tiba menggandeng tanganku, erat. Adrenalinku segera meninggi. Fantasi gelora mudaku datang. Apakah dia juga merasakan hal yang sama sehingga dia berani menggandeng tanganku?
"Andai saja N tahu mengenai rasa yang terpenjara ini.... Ahhh, jangan tanyakan kemungkinan itu padaku. Aku terlalu takut untuk mengetahuinya. Tak bisa kubayangkan jika itu benar-benar terjadi."
Paras dan kilau matamu selalu bergentayangan dalam pikiranku.
N, sampai kapan aku harus memenjarakan rasa ini?
N, sampai kapan aku harus memenjarakan rasa ini?
Aku takut, tapi aku ingin kau mengerti akan rasaku.
Aku ingin menyudahinya, tapi aku tak bisa. Dia mencengkramku kuat-kuat.
Aku ingin menyudahinya, tapi aku tak bisa. Dia mencengkramku kuat-kuat.
Tolong, cobalah mengerti aku, N! Aku sudah tak sanggup untuk memenjarakannya.
Tolong, jangan membenci, menghujat, dan mengucilkanku!
Ku akui, N...
Aku cinta padamu.
Cinta seorang wanita kepada wanita layaknya cinta seorang pria kepada wanita.
Istiqomah Dian Kartini, 2012
.:. Berdasarkan kisah nyata seorang sahabat yang merasa terpenjara dalam dirinya sendiri .:.
*Penulisan dan pemuatan cerita ini sudah mendapatkan izin dari orang yang bersangkutan*